RESUME
SEJARAH
SASTRA ARAB

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
MUHAMMAD SOLEH
NIM. 104 107 06
DOSEN PEMBIMBING
ENRE VOLZON, M. Pd.i
FAKULTAS ADAB
BAHASA DAN SASTRA ARAB
INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG 2012
DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI................................................................................................ i
BAB
I
KATA
PENGANTAR.................................................................................... ii
BAB
II
PEMBAHASAN........................................................................................... 1
A.
Mengenal Sastra Arab................................................................... 1
B.
Sejarah Sastra Arab....................................................................... 2
C.
Periodisasi Sastra Arab................................................................... 4
D.
Unsur-unsur Sastra Arab................................................................ 7
E.
Sastra Arab Jahiliyah...................................................................... 9
F.
Pembagian Sastra Arab.................................................................. 12
G.
Macam-macam Sastra................................................................... 16
H.
Daftar Pustaka............................................................................... 22
BAB I
KATA PENGANTAR
Sastra merupakan refleksi
lingkungan budaya dan merupakan satu teks dialektis antara pengarang dan
situasi sosial yang membentuknya atau merupakan penjelasan suatu sejarah
dialektik yang dikembangkan dalam karya sastra. Sehubungan dengan ini sering
dikatakan bahwa syair merupakan antologi kehidupan masyarakat Arab (Diwān
al-`Arab). Artinya, semua aspek kehidupan yang berkembang pada masa tertentu
tercatat dan terekam dalam sebuah karya sastra (syair).
Penyair bukanlah satu-satunya
komunitas yang amat peduli kepada pendidikan syair. Secara umum anggota
masyarakat juga memiliki kepedulian yang sama. Untaian kata-kata dalam syair
bagi masyarakat Arab bukanlah semata-mata bunyi yang disuarakan lisan yang
tanpa makna (absurd), melainkan sarana yang ampuh untuk membakar semangat,
menarik perhatian, dan meredam emosi yang bergejolak di tengah kehidupan
masyarakat. Bisa dipahami kalau masyarakat meyakini bahwa para penyair memiliki
pengetahuan magis yang terekspresikan dalam syair dan keberadaan syair ini
sangat diperhatikan dan dipatuhi substansinya karena ia merupakan realitas
kehidupan kabilah. Nampaknya inilah alasan yang diyakini masyarakat ketika
mereka menempatkan para penyair pada posisinya yang terhormat. Mereka menjadi
simbol kejayaan suatu kabilah dan penyambung lidah yang mampu melukiskan
kebaikan dan kemenangan kabilah sebagaimana mereka mampu mendeskripsikan
kejelekan dan kekalahan perang yang diderita kabilah lain.
Dalam kajian keislaman,
pengetahuan tentang sastra mempunyai posisi yang strategis, hal itu karena
sumber induk (Al-Qur’an) menggunakan bahasa sastrawi yang begitu indah membuat
takjub sastrawan di kawasan itu, selain itu pemahaman terhadap sastra juga
merupakan salah satu kunci dalam memahami wahyu Allah, baik yang matluw
(Al-Quran) maupun ghair al-matluw (Hadis).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Mengenal
sasta arab
Secara umum الأدب berarti berhias diri dengan akhlak yang
luhur seperti jujur, amanah dsb, orang bijak mengatakan : أدبني ربي فأحسن تأديبي “Robbku telah mendidikku dengan
sebaik-baiknya pendidikan.” Dalam definisinya, Al-Jurjani meletakkan Adab
sebagai sesuatu yang setara dengan Ma’rifah yang mencegah pemiliknya dari
terjerumus kedalam berbagai bentuk kesalahan.
Secara Khusus “Al-Adab” berarti :
الكلام الانشائي البليغ الذي يقصد به إلى التأ ثيرفي عواطف القراء والسامعين ، سواء كان شعرا أم نثرا
الكلام الانشائي البليغ الذي يقصد به إلى التأ ثيرفي عواطف القراء والسامعين ، سواء كان شعرا أم نثرا
Artinya : “Yaitu perkataan yang
indah dan jelas, dimaksudkan untuk menyentuh jiwa mereka yang mengucapkan atau
mendengarnya baik berupa syair maupun natsr atau prosa. “
Kata sastra, bahasa Arabnya adalah : "al-Adab",
Sedangkan menurut bahasa Arab, makna kata "al-Adab" dua : yaitu makna
secara khusus dan umum.
Makna "al-Adab" secara umum adalah :
"Berperilaku dengan akhlak karimah". Seperti jujur, dan amanat.
Adapun maknanya secara khusus adalah : "Ucapan yang indah, yang menyentuh
(perasaan), dan memberi pengaruh pada jiwa.
v
Syarat suatu ucapan
masuk dalam kategori adab dengan makna khusus ini adalah:
ü
Lafadh-lafadhnya mudah
dan indah.
ü
Maknanya bagus.
Dalam mendefinisikan adab (sastra)
para Udaba’ berbeda-beda :
الادب صياغة فنية لتجربة بشرية
ungkapan puitis tentang pengalaman manusia
sebagian mendefinisikan:
الادب
تعبير عن الحياة وسيلته اللغة
ungkapan puitis tentang pengalaman yang indah dengan
menggunakan media bahasa
الادب من
مولدات الفكر البشري المعبرعنها بأسلوب فني جميل
hasil pemikiran manusia yang diungkapkan dengan ungkapan
yang mengandung seni dan keindahan atau seni ungkapan yang indah.
Dari
berbagai macam definisi ini dapat disimpulkan bahwa sastra merupakan seni
ungkapan yang indah.
B.
Sejarah
sastra arab
Sastra merupakan segala aktivitas manusia atau prilakunya,
baik yang berbentuk verbal maupun fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu
pengetahuan. Aktifitas itu berupa fakta manusia yang melahirkan aktivitas
social tertentu, aktivitas politik tertentu, maupun kreasi cultural seperti
filsafat, seni rupa, seni gerak, seni patung, seni music, seni sastra dan yang
lainnya. Setiap kita hidup dan beraktivitas, kita tidak sadar bahwa sebenarnya
dunia sastra sangat berkaitan erat dengan kita semua. Teuw pernah berpendapat
bahwa sastra berada dalam urutan keempat setelah agama, filsafat, ilmu
pengetahuan, sebagai disiplin ilmu ia menempati posisi keempat karena menurut
hemat penulis ke empat bidang tersebut saling bertransformasi dan merugulasi
diri (self regulating) bidang mereka masing masing. Pengaruhnya jelas terasa
hingga saat ini dan bangsa Arab menyebutnya miratul haya sebagai cerminan
kehidupan mereka, bukan hanya itu dengan bersastra ia akan mengetahui rekaman
sejarah kehidupan mereka pada masa lalu.
Pada masa jahili (pra islam) sudah ada dan terdapat tradisi
keilmuaan yang tinggi yakni bersyair dan penyair yang terkenal pada masa itu
disebut dengan penyair mualaqat. Seluruh hasil karya dari kesepuluh orang
penyair itu semunya dianggap hasil karya syair yang terbaik dari karya syair
yang pernah dihasilkan oleh bangsa Arab. Hasil syair karya mereka terkenal
dengan sebutan Muallaqat. Dinamakan muallaqat (kalung perhiasan) karena
indahnya puisi-puisi tersebut menyerupai perhiasan yang dikalungkan oleh
seorang wanita. Sedangkan secara umum muallaqat mempunyai arti yang tergantung,
sebab hasil karya syair yang paling indah dimasa itu, pasti digantungkan di
sisi Ka’bah sebagai penghormatan bagi penyair atas hasil karyanya. Dan dari
dinding Ka’bah inilah nantinya masyarakat umum akan mengetahuinya secara
meluas, hingga nama penyair itu akan dikenal oleh segenap bangsa Arab secara
kaffah dan turun temurun. Karena bangsa Arab sangat gemar dan menaruh perhatian
besar terhadap syair, terutama yang paling terkenal pada masa itu. Seluruh
hasil karya syair digantungkan pada dinding Ka’bah selain dikenal dengan
sebutan Muallaqat juga disebut Muzahabah yaitu syair ditulis dengan tinta emas.
Sebab setiap syair yang baik sebelum digantungkan pada dinding Ka’bah ditulis
dengan tinta emas terlebih dahulu sebagai penghormatan terhadap penyair.
Kendati pada masa ini disebut masa jahili (pra islam),
tetapi mereka mempunyai kebudayaan tinggi. Bersyair merupakan sebuah karya yang
sangat orisinil bangsa Arab pada masa itu menjadi sumber hukum yang pertama.
Baru setelah datangnya masa Islam semua itu berobah total. Islam sebagai
rahmatan lil alamin dengan quran dan hadis sebagai sumber hukumnya, menyeru
kepada kebaikan, menghormati sesama jenis, saling mencintai dan saling mengenal,
yang bertitik beratkan kepada aspek moral yakni makarimal akhlak. Dari masa
Rasuluah, Khufahurasidin, sampai keruntuhan Abasiah akibat ekspedisi Hulagukhan
dengan berimbas berdirinya kerajaan mamluk di Turki (Konstantinopel) sastra
Arab masih tetap bertahan kendati mengalami pasang surut pada dinasti
keruntuhan Abasiah dan mamluk.
Setelah hampir lima abad berada dalam masa surut bahkan
keterpurukan di berbagai bidang, maka pada akhir abad ke-18 M bangsa Arab mulai
memasuki fase sejarah “kesadaran dan kebangkitan.” Kesadaran ini semakin
mendapat energinya setelah mereka bersentuhan dengan kebudayaan Barat melalui
ekspedisi Napoleon Bonaparte ke Mesir pada tahun 1798. Kesadaran dan tambahan
energi itu lantas diimplementasikan di masa Muhammad Ali dengan cara
mengirimkan banyak sarjana ke Barat. Penerjemahan berbagai karya asing Barat,
baik tentang kesusastraan atau ilmu pengetahuan lainnya digalakkan dengan motor
Rifa’ah Rafi’ al Tahtawy (1801-1873 M). Banyak percetakan dan penerbitan
majalah atau surat kabar muncul. Dalam kondisi penuh semangat pembaharuan ini,
kesusastraan Arab merangkak bangkit. Era baru kesusastraan modern pun
dimulai.Baru pada masa modern ini sastra Arab mulai berkembang karena girah dan
kesadaran akan pentingnya khazanah peradaban yang di pelopori oleh Al-Barudi,
Khalil Mutaran Ahmad Syauki dkk. Pada masa ini sudah terjadi transformasi
intelektual dengan berpuncak pada revolusi Mesir.[2]
C.
Periodisasi
sastra arab
Berbicara
mengenai periodesasi kesusastraan Arab, seringkali kita dibuat bingung dengan
adanya perbedaan penulisan periodesasi yang ditulis masing-masing penulis
sejarah kesusastraan Arab, baik dari segi peristilahannya maupun dari segi
waktunya.
Pada umumnya, periodesasi
kesusastraan dibagi sesuai dengan perubahan politik. Sastra dianggap sangat
tergantung pada revolusi sosial atau politik suatu negara dan permasalahan
menentukan periode diberikan pada sejarawan politik dan sosial, dan pembagian
sejarah yang ditentukan oleh mereka itu biasanya diterima begitu saja
tanpa dipertanyakan lagi (Wellek, 1989:354). Penentuan mulainya atau
berakhirnya masa setiap periodesasi hanyalah perkiraan, tidak dapat ditentukan
dengan pasti, dan biasanya untuk mengetahui perubahan dalam sastra itu biasanya
akibat perubahan sosial dan politik (Jami'at, 1993:18). Di bawah ini akan
dipaparkan bentuk penulisan periodesasi yang dilakukan oleh para ahli
kesusastraan Arab, antara lain:
Hana al-Fakhuriyyah
membaginya ke dalam lima periodesasi, yaitu:
1.
Periode Jahiliyyah, perkembangan kesusastraan Arab pada
masa ini dibagi atas dua bagian, yaitu masa sebelum abad ke-5, dan masa sesudah
abad ke-5 sampai dengan Hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah (1 H/622 M).
2.
Periode Islam, perkembangan kesusastraan Arab pada masa
ini berlangsung sejak tahun 1 H/622 M hinggga 132 H/750 M, yang meliputi: masa
Nabi Muhammad SAW dan Khalifah ar-Rasyidin (1-40 H/662-661 M), dan masa Bani
Umayyah (41-132 H/661-750 M).
3.
Periode Abbasiyah, perkembangan kesusastraan Arab pada
masa ini berlangsung sejak 132 H/750 M sampai 656 H/1258 M.
4.
Periode kemunduran kesusastraan Arab (656-1213
H/1258-1798 M), periode ini di mulai sejak Baghdad jatuh ke tangan Hulagu Khan,
pemimpin bangsa Mongol, pada tahun 1258 M, sampai Mesir dikuasai oleh Muhammad
Ali Pasya (1220 H/1805 M).
5.
Periode kebangkitan kembali kesusastraan Arab; periode
kebangkitan ini dimulai dari masa pemerintahan Ali Pasya (1220 H/1805 M) hingga
masa sekarang.
Adapun Muhammad Sa'id
dan Ahmad Kahil (1953: 5-6) membagi periodesasi kesusastraan
Arab ke dalam enama periode sebagai berikut:
1.
Periode Jahiliyyah, dimulai sekitar satu tengah abad
sebelum kedatangan Islam sekitar dan berakhir sampai kedatangan Islam.
2.
Periode permulaan Islam (shadrul Islam); dimulai sejak
kedatangan Islam dan berakhir sampai kejatuhan Daulah Umayyah tahun 132 H.
3.
Periode Abbasiyah I, dimulai sejak berdirinya Daulah
Abbasiyah tahun 132 H dan berakhir sampai banyak berdirinya daulah-daulah atau
negara-negara bagian pada tahun 334 H.
4.
Periode Abbasiyah II, dimulai sejak berdirinya
daulah-daulah dalam pemerintahan Abbasiyah dan berakhir dengan jatuhnya Baghdad
di tangan bangsa Tartar atau Mongol pada tahun 656 H.
5.
Periode Turki, dimulai sejak jatuhnya Baghdad di tangan
bangsa Mongol dan berakhir dengan datangnya kebangkitan modern sekitar tahun
1230 H.
6.
Periode Modern, dimulai sejak datangnya kebangkitan
modern sampai sekarang.
Sedangkan Ahmad
Al-Iskandi dan Mustafa Anani dalam Al-Wasit Al-Adab Al-Arobiyah Wa
Tarikhihi (1916:10) membagi periodesasi kesusastraan Arab
ke dalam lima periode, yaitu:
1.
Periode Jahiliyah, periode ini berakhir
dengan datangnya agama Islam, dan rentang waktunya sekitar 150 tahun.
2.
Periode permulaan Islam atau shadrul Islam,
di dalamnya termasuk juga periode Bani Umayyah, yakni dimulai dengan datangnya
Islam dan berakhir dengan berdirinya Daulah Bani Abbas pada tahun 132 H.
3.
Periode Bani Abbas, dimulai dengan
berdirinya dinasti mereka dan berakhir dengan jatuhnya Bagdad di tangan bangsa
Tartar pada tahun 656 H.
4.
Periode dinasti-dinasti yang berada di
bawah kekuasaan orang-orang Turki, di mulai dengan jatuhnya Baghdad
dan berakhir pada permulaan masa Arab modern.
5.
Periode Modern, dimulai pada awal abad
ke-19 Masehi dan berlangsung sampai sekarang ini.
Adanya
Perbedaan istilah dalam penulisan periodesasi kesusastraan Arab seperti dua
contoh di atas, merupakan suatu hal yang wajar, seperti yang dikemukakan Teeuw
(1988: 311-317) bahwa perbedaan itu disebabkan empat pendekatan utama, yaitu:
1.
Mengacu pada perkembangan sejarah umum, politik atau budaya.
2.
Mengacu pada karya atau tokoh agung atau gabungan dari kedua hal
tersebut.
3.
Mengacu pada motif atau tema yang terdapat dalam karya sepanjang
zaman.
4.
Mengacu pada asal-usul karya sastra.[3]
D.
Unsur-unsur
sastra arab
Unsur-Unsur
Karya Sastra Arab Karya sastra terdiri dari berbagai jenis, seperti cerita,
drama, puisi, dan esai. Masing2 mempunyai unsur yang membangunnya. tetapi, ada
pula unsur-unsur yang sama, seperti halnya di bawah ini :
1. al-Lafzh
1. al-Lafzh
Yang
dimaksud dengan Lafzh adalah sarana pengungkapan sastra. Lafzh yang unik dan
tepat akan sangat berpengaruh pada fikiran dan hati dan menambah kualitas
makna. Sebaliknya, jika lafzhnya berlebihan perasaan kita tidak akan tertarik.
Pandangan para kritikus pada lafzh hampir sama hanya mungkin istilahnya saja
yang berbeda. menurut mereka, lafzh yang baik harus fashih, yaitu cara
penyampaiannya sesuai dengan kondisi, strukturnya baik, tidak ada huruf-huruf
yang bertentangan, dikenal dan digunakan pada masa si pengarang, tidak
menggunakan bahasa sehari-hari, maknanya dekat, tidak perlu menggunakan kamus,
mudah diucapkan dan enak didengar, terhindar dari kesalahan tata bahasa, tidak
susah untuk mencari subjek yang digantikan oleh kata ganti, dan terhindar dari
kesalahan menempatkan kata sambung.
2. al Ma'na
Yang
dimaksud dengan al Ma'na adalah tema yang ditampilkan dalam teks. Kadang-kadang
berupa satu pikiran, kadang-kadang berupa satu masalah, berupa suatu perasaan
tertentu yang dialami penulis. Penulis harus memilih tema yang menarik, yang
ditulis dalam bentuk sastra (untuk menyampaikan pikiran, masalah atau perasaan
yang dialaminya_Red).
3. al 'A:thifat
adalah
perasaan yang tumbuh dalam diri manusia, seperti gembira, sedih, cinta, benci,
sakit, dan marah. Macam Aathifah ini ada dua, yaitu al A:thifah adz dzatiyah
yang terikat dengan hubungan khusus, seperti sedih atas kehilangan salah satu
kerabatnya, senang karena bertemu dengan kekasih. dan al A:thifah al Ghoyriyyat
yang ditujukan kepada orang lain, tanah air atau bangsa, nilai kemanusiaan yang
mulia, seperti keimanan, cinta tanah air, dan penderitaan orang-orang yang
terzholimi. Pada dasarnya al Athifah ini ada pada tiap manusia tetapi pada
sastrawan dorongannya lebih kuat karena ia biasanya sensitif. Athifah juga ada
pada semua jenis seni sastra, tetapi yang paling tampak adalah pada Syi'r al
Wujdaniy.
4. al Khoyyal dan ash Shuurot
khoyal
adalah kemampuan yang diberikan Alloh kepada manusia, sehingga ia dapat
menggambarkan segala sesuatu yang tidak ada, Menghadirkan Ash Shuurot yakni
deskripsi seakan-akan kita berada di hadapannya dan dapat menciptakan segala
sesuatu yang tidak ada. Dari mana datangnya imajinasi? Jawabnya, sumber yang
paling besar dalam imajinasi pengarang adalah pengalaman-pengalaman yang pernah
dialaminya dan tersimpan di dalam pikirannya, segala sesuatu yang dilihat atau
didengarnya dan berakar dalam dirinya. Imajinasilah yang membuat nilai puisi
itu menjadi lebih estetis dan tinggi.
[4]
[4]
5. al Liqoo' Ass Showtiy
Sastra
adalah hasil kreasi manusia yang menggunakan bahasa. Bahasa adalah kata dan
ungkapan yang menunjukkan makna. Kata dan ungkapan mempunyai Liqoo' sawtiy atau
struktur bunyi. Struktur bunyi akan membuat karya enak didengar di telinga dan
mempengaruhi jiwa. Struktur bunyi ada dalam puisi dan prosa. Dalam puisi
terdapat pola, rima dan hubungan antar huruf dan harokat. Sementara struktur
bunyi dalam prosa terdapat dalam susunan huruf dan harokat yang bentuknya indah
dan berirama.
E.
Sastra
arab jahiliyah
Batasan
waktu zaman jahiliyah adalah 150 Thun sebelum kedatangan Islam. Para pengkaji
sastra tidak memasuki fase waktu sebelum itu tetapi memfokuskan masa pada 150
tahun sebelum kenabian, suatu masa di mana bahasa Arab mengalami kematangan dan
puisi jahili mengalami kematangan.
Kata
jahiliyah yang kita kenal pada masa sekarang ini bukan berasal dari kata al-jahl,
yang merupakan lawan kata al-ilm. Akan tetapi jahiliyah berasal dari
kata al-jahl yang berarti angkuh, kasar, marah yang merupakan lawan kata
al-islam yang berarti tunduk, pasrah dan ta’at kepada Allah yang
melahirkan sikap dan akhlak yang mulia. Tetapi walaupun demikian sastra pada
periode ini mengalami perkembangan yang disebabkan beberapa faktor, di
antaranya:
·
Iklim dan tabi’at alam
·
Ciri khas etnik bangsa Arab yang menjadi
bangsa yang lahir untuk memuja dan memuji sastra
·
Peperangan
·
Agama
·
Ilmu pengetahuan
·
Politik
·
Interaksi dengan berbagai bangsa dan
budaya
Selain
itu, ada faktor-faktor lain yang mendukung perkembangan sastra, yaitu pasar
sastra (al-Aswaq) dan ayyam al-‘Arab (hari-hari orang Arab).
Puisi
adalah salah satu jenis sastra Arab jahiliyah yang sangat menonjol karena
memiliki puncak keindahan dalam sastra. Sebab puisi itu adalah gubahan yang
dihasilkan dari kehalusan perasaan dan keindahan daya khayal, Para penyair pada zaman jahiliyah mewakili kelas tedidik
(intelegensia), karena sya’ir dalam bahasa Arab memiliki arti al-‘ilm
(pengetahuan). Pada masa ini sastra memiliki cirri-ciri, adapun ciri-ciri itu
adalah:
Ø Mementingkan
ilmu ‘Arudh karena disepakati sebagai suatu tradisi seni dalam sastra Arab yang melekat kuat pada
pendengaran orang-orang Arab yang tak bisa dipisahkan
Ø Mereka
menilai wazan sebagai sesuatu yang penting dalam syair
Ø Dalam
prosa, mereka mementingkan fasahah (ketepatan diksi) dan bayan
(suatu gaya bahasa indah yang menyentuh rasa dan mampu memnggambarkan makna
dengan jelas).
Puisi
pada zaman jahiliyah diartikan sebagai kata-kata yang berirama dan berqafiah
yang mengungkapkan imajinasi yang indah dan bentuk-bentuk ungkapan yang
mengesankan lagi mendalam. Adapun di antara penyair-penyair pada masa jahiliyah
adalah:
§ Imru’ul
Qais
§ Zuhair
Ibn Abi Sulma
§ Nabighah
Zibyani
§ A’sya
Ibn Qais
Dan salah satu contoh
puisi pada zaman jahiliyah adalah:
والريح تسأل من
انا
انا روحها
الحيران أنكرنى الزمان
انا مثلها فى
لا مكان
نبقى نسير ولا
انتها
نبقى نمر ولا
بقاء
إذا بلغنا
المنحنى
خلناه خاتمة
الشقاء
فإذا فضاء
Angin
bertanya, siapa aku
Aku
adalah jiwanya yang bingung, diingkari zaman
Aku
seperti dirinya, tidak punya tempat
Selalu
berjalan, tanpa akhir
Selalu
berlanjut, tanpa henti
Bila
aku sampai di tikungan,
Aku
mengira, itu adalah akhir penderitaan
Tapi,
itu ternyata tanah lapang
F.
Pembagian
sastra
Ø sya’ir (puisi)
Puisi sudah
dikenal pada masa jahiliyah karena pada masa ini genre sastra yang paling indah
ialah puisi. Saat itu puisi yang paling populer ialah المعلقات
(Puisi-puisi Yang Tergantung). Disebut demikian karena
puisi-puisi tersebut digantungkan di dinding Ka’bah. Dinding Ka’bah kala itu
kurang lebih juga berfungsi sebagai “majalah dinding”. Penyair yang paling
terkenal pada masa jahiliyyah ialah Imru’ul Qais. Disamping itu tercatat pula
nama-nama seperti Al-A’syaa, Al-Khansa, dan Nabighah Adz-Dzibyani.
Berdasarkan
temanya, puisi zaman jahiliyah dibedakan atas الفخر (membangga-baggakan
diri atau suku), الحماسة (kepahlawanan), المدح (puji-pujian), الرثاء
(rasa putus asa, penyesalan, dan kesedihan),الهجاء (kebencian
dan olok-olok), الوصف (tentang keadaan
alam), الغزل (tentang wanita), الاعتذار (permintaan maaf).
Setelah
Islam datang, tidak berarti bahwa puisi-puisi menjadi dilarang. Islam datang
untuk memelihara yang sudah baik, memperbaiki yang kurang baik, menghilangkan
yang buruk-buruk saja, dan melengkapi yang masih lowong. Tentang puisi, Nabi
bersabda,”إن من الشعر حكمة (Sesungguhnya diantara
puisi itu terdapat hikmah)”. Ketika Hasan ibn Tsabit (شاعر
الإسلام ) mengajak untuk mencemooh musuh – musuh Islam, Nabi berkata, ”هجاهم و جبريل معك (Cemoohlah mereka, Jibril
bersamamu)”. Nabi pernah memuji puisi
Umayyah ibn Abu Shalti, seorang penyair jahiliyah yang menjauhi khamr dan
berhala. Nabi juga pernah memuji puisi Al-Khansa, seorang wanita penyair zaman jahiliyyah.
Bahkan, Nabi pernah menghadiahkan burdah (gamis)-nya kepada Ka’ab ibn Zuhair
saat Ka’ab membacakan qasidahnya yang berjudul بنات
سعاد . Karena itu, muncullah apa yang disebut dengan Qasidah Burdah.
Di masa permulaan Islam ini, berkembang pula genre pidato dan surat
korespondensi. Surat-surat pada mulanya
dibuat oleh Nabi untuk menyeru raja-raja di sekitar Arab agar masuk Islam.
·
Contoh
Pusi Arab Modern
جفت عينى من الدموع
وجفت قلبى من النزيف
ومازال قلبى اثير بحبك
ومازالت لياليى
الشوق تعذب قلبى
وجفت قلبى من النزيف
ومازال قلبى اثير بحبك
ومازالت لياليى
الشوق تعذب قلبى
ومازال حبى يصارع امواج الزمان
وجرا سفن الحب فى دمعى
وجرت سفن الشوق فى دمى
تحمل حبك وانتظارك
وجرا سفن الحب فى دمعى
وجرت سفن الشوق فى دمى
تحمل حبك وانتظارك
ومازلت عينى تنتظر اللقاء
وتنتظر ان تاتى وتمسحى دمو عى
ومازال قلبى ينتظر الرجوع
.. وحب العمر
وتنتظر ان تاتى وتمسحى دمو عى
ومازال قلبى ينتظر الرجوع
.. وحب العمر
ومازلت انتظرك يا حبيب قلبى
ومازلت عينى تبكى من بعد رحيلك
ومازال قلبى ينبض بحبك
ومازلت عينى تبكى من بعد رحيلك
ومازال قلبى ينبض بحبك
انتظرك يا حبيبى انتظرك وانتظر حبك
وقلبى ينتظر قلبك
وعينى تشتاق لعينك
وقلبى ينتظر قلبك
وعينى تشتاق لعينك
Artinya: Air mata
ini telah habis
Luka di hati pun telah kering
Aku masih menantimu
Malam-malamku selalu menyapa
Dengan kerinduan yang menyiksa
Luka di hati pun telah kering
Aku masih menantimu
Malam-malamku selalu menyapa
Dengan kerinduan yang menyiksa
Cintaku masih
bergumul dengan zaman
Ada perahu cinta mendatangi air mata ini
Begitupun dengan perahu rindu
Datang membawa cintamu
Yang selalu aku tunggu
Ada perahu cinta mendatangi air mata ini
Begitupun dengan perahu rindu
Datang membawa cintamu
Yang selalu aku tunggu
Aku selalu ingin
bertemu
Mengharap engkau datang
Dan mengusap air mataku, sayang
Hati ini menunggu engkau kembali
Menuju cinta yang abadi
Mengharap engkau datang
Dan mengusap air mataku, sayang
Hati ini menunggu engkau kembali
Menuju cinta yang abadi
Ku kan selalu
menantimu, cinta
Air mata ini selalu datang
Semenjak engkau menghilang
Tapi, hati tak pernah layu
Mengharap cintamu
Air mata ini selalu datang
Semenjak engkau menghilang
Tapi, hati tak pernah layu
Mengharap cintamu
Pada
masa Bani Umayyah, muncul tema-tema politik dan polemiknya sebagai dampak dari
ramainya pergelutan politik dan aliran keagamaan. Namun, pada masa ini Islam
juga mencapai prestasi pembebasan (القتوح)
yang luar biasa, sehingga banyak memunculkan شعر
الفتوح و الدعوة الإسلامية (Puisi Pembebasan dan Dakwah Islam). Para
penyair yang terkenal pada masa ini antara lain Dzur Rimah, Farazdaq, Jarir,
Akhtal, dan Qais ibn Al-Mulawwih (terkenal dengan sebutan Majnun Laila).
Ø Nastr (prosa)
Adapun
prosa ada zaman Bani Abbasiyah, surat menyurat menjadi semakin penting dalam
rangka penyelenggaraan sistem pemerintahan yang semakin kompleks. Dalam genre
prosa, muncul prosa pembaruan (النثر التجديدي)
yang ditokohi oleh Abdullah ibn Muqaffa dan juga prosa lirik yang ditokohi oleh
antara lain Al-Jahizh. Salah satu prosa terkenal dari masa ini ialah Kisah
Seribu Satu Malam (ألف ليلة و ليلة).
Dalam dunia puisi juga muncul puisi pembaruan yang ditokohi oleh antara lain
Abu Nuwas dan Abul Atahiyah.
Masa
Bani Abbasiyah sering disebut-sebut sebagai Masa Keemasan Sastra Arab. Karena
Islam juga eksis di Andalusia (Spanyol), maka tidak ayal lagi kesusastraan Arab
juga berkembang disana. Pada zaman Harun Al-Rasyid, berdiri Biro Penerjemahan
Darul Hikmah. Namun hal lain yang perlu dicatat ialah bahwa pada masa ini
banyak terjadi kekeliruan berbahasa di tengah masyarakat akibat pergumulan yang
kuat bangsa Arab dengan bangsa ajam (non Arab).
Contoh
Natsr : dalam bentuk khutbah (lihat teks arabnya dalam majalah adz-Dzakhirrah
edisi 5)
Khutbah Abu Bakar Ash Shiddiq ketika menjadi khalifah
Sesudah
meninggalnya Rasulullah , kaum muslimin memilih Abu Bakar Ash Shiddiq untuk
menjadi khalifah, karena keutamaan dan kedudukannya dalam Islam. Abu Bakar Ash
Shiddiq adalah orang yang pertama kali beriman kepada Rasulullah dari kalangan
laki-laki, beliau adalah orang yang menemani Rasulullah dalam gua (ketika
bersembunyi dari kejaran orang kafir), dan beliau adalah seorang yang menemani
Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah. Dan Rasulullah memerintahkan kepada
Abu Bakar (ketika Rasulullah sakit) untuk menjadi imam kaum muslimin. Dan
ketika Abu bakar menjadi khalifah ia berkhutbah kepada manusia. Ia memulai
khuthbahnya dengan ucapan tahmid (memuji kepada Allah ) lalu berkata :
(Teks
bahasa Arab )
Terjemahannya; :
"Wahai manusia kalian telah menjadikanku sebagai khalifah, dan kalian telah membebaniku dengan suatu perkara padahal aku bukanlah orang yang termulia di antara kalian, maka jika kalian melihatku berada di atas kebenaran bantulah aku, dan jika kalian melihatku berjalan di atas jalan kesesatan maka tunjukilah aku kepada kebenaran, dan hendaklah kalian taat kepadaku selama aku taat kepada Allah ". Dan jika aku durhaka kepada Allah dan perintahku menyelisihi perintah Allah maka janganlah mentaatiku".
"Wahai manusia kalian telah menjadikanku sebagai khalifah, dan kalian telah membebaniku dengan suatu perkara padahal aku bukanlah orang yang termulia di antara kalian, maka jika kalian melihatku berada di atas kebenaran bantulah aku, dan jika kalian melihatku berjalan di atas jalan kesesatan maka tunjukilah aku kepada kebenaran, dan hendaklah kalian taat kepadaku selama aku taat kepada Allah ". Dan jika aku durhaka kepada Allah dan perintahku menyelisihi perintah Allah maka janganlah mentaatiku".
"Ingatlah
(sesungguhnya) ukuran kuat dan lemah menurutku adalah kebenaran. Orang yang
berada di atas kebenaran adalah orang kuat walaupun ia orang yang lemah hingga
aku mengambilkan untuknya kebenaran, dan orang yang berada dalam kebatilan
adalah lemah walaupun ia kuat hingga aku mengambil darinya kebenaran (yang ia
rampas)".
"Inilah
perkataanku, dan aku mohon ampunan bagi diriku dan bagi kalian".
Maraji':
Diterjemahkan dari kitab silsilah.
Diterjemahkan dari kitab silsilah.
G.
Macam-macam
sastra
Ø al-adab
al-wasfi sering juga disebut dengan al-‘ulum al-adabiyah dan
al-adab al-insya’i. Al-adab al-wasfi terdiri dari tiga bagian yakni sejarah sastra (tarikh adab), kritik
sastra (naqd al-adab), dan teori sastra (nazariyah al-adab).Sejarah sastra
adalah bagian al-adab al-wasfi yang memperlihatkan perkembangan karya sastra
(kontinuitas dan perubahan sastra sepanjang sastra), tokoh-tokoh, dan ciri-ciri
dari masing-masing tahap perkembangan tersebut. Kritik sastra adalah bagian
dari al-adab al-wasfi yang memperbincangkan pemahaman, penghayatan, penafsiran,
dan penilaian terhadap karya sastra. Teori sastra adalah bagian al-adab
al-wasfi yang memperbincangkan pengertian-pengertian dasar tentang sastra,
unsur-unsur yang membangun karya sastra, jenis-jenis sastra, dan perkembangan
serta kerangka pemikiran para pakar tentang apa yang mereka namakan sastra dan
cara mengkajinya.
Ø al-adab
al-insyai adalah ekpresi bahasa yang indah dalam bentuk
puisi, prosa atau drama yang menggunakan gaya bahasa yang berbeda dari gaya bahasa biasa, karena
mengandung aspek estetika bentuk dan makna (memuat rasa, imajinasi, dan
pikiran), sehingga memengaruhi terutama rasa, bahkan juga pikiran penikmatnya
(pembaca atau pendengar) dan kekuatan isi sebagiannya mengajak mereka pada
hal-hal etis.Sementara itu al-adab al-insya’i dibagi ke dalam tiga bagian besar
yakni: puisi (as-syi’r), prosa (nasr). Dan drama (al-masrahiyyah). Kendati
al-adab al-wasfi dan al-adab al-insya’I sama-sama sastra, tetapi keduanya
memiliki beberapa sisi perbedaan. Diantaranya adalah pertama meskipun dalam
membaca dan memproduksi al-adab al-wasfi membutuhkan unsure rasa dan imajinasi,
tetapi dua hal ini didalamnya lebih kecil disbanding pada al-adab al-insyai.
Kedua, al-adab al-insyai menjelaskan realitas secara langsung dan bersifat
subjektif, sementara al-adab al-wasfi menjelaskan realitas secara tidak
langsung, karena yang dibahasnya adalah realitas yang ada pada al-adab
al-insyai dan harus bersifat objektif (postivistik), meski dalam karya sastra
yang bukan fantastic (tidak logis), seperti pada karya realis, harus juga
dirujuk pada realitas di luar karya sastra (kebenaran eksternalnya) juga.
Dalam mempelajari tarikh adalah untuk mendapatkan tiga
manfaat (faedah) : Untuk mendapatkan pelajaran, mencari pengalaman, dan membuat
fatwa.
Faedah pertama : Untuk mendapatkan
pelajaran.
Dalam hal ini Allah
menganjurkannya kepada orang-orang kafir sebagaimana juga menganjurkannya
kepada orang-orang mukmin, Allah Swt berfirman – sebagai ancaman bagi
orang-orang kafir.
أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي اْلأَرْضِ فَيَنظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ
الَّذِينَ كَانُوا مِن قَبْلِهِمْ كَانُوا هُمْ أَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً
وَءَاثَارًا فِي اْلأَرْضِ فَأَخَذَهُمُ اللهُ بِذُنُوبِهِمْ وَمَاكَانَ لَهُم
مِّنَ اللهِ مِن وَاقٍ {} ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانَتْ تَأْتِيهِمْ رُسُلُهُم
بِالْبَيِّنَاتِ فَكَفَرُوا فَأَخَذَهُمُ اللهُ إِنَّهُ قَوِيٌّ شَدِيدُ
الْعِقَابِ
“Dan apakah mereka tidak berjalan
dimuka bumi lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang sebelum mereka,
mereka itu lebih hebat kekuatannya daripada mereka (lebih banyak) bekas-bekasa
mereka dimuka bumi, maka Allah mengadzab mereka disebabkan dosa-dosa mereka dan
mereka tidak mempunyai pelindung dari adzab Allah. Yang demikian itu adalah
karena telah datang para Rasul kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang
nyata lalu mereka kafir, maka Allah mengadzab mereka, sesungguhnya Dia maha
keras lagi maha berat siksanya” (QS. Al Mukmin : 21-22).
Faedah kedua : Untuk mencari
pengalaman.
Belajar tarikh adalah salah satu cara untuk mencari
penglaman, dari sini kamu dapatkan pembelajaran tarikh dalam satu bidang pokok
kemiliteran berupa methode (manhaj) belajar pada seluruh bidang militer,
sebagai pelajaran tentang berbagai macam peperangan dan bagaimana perang ini
bisa mendapatkan kemenangan dan perang ini bisa kalah?
Dengan belajar tarikh akan kamu ketahui sebab-sebab
kebangkitan umat dan negara serta sebab-sebab kehancuran dan kekalahannya.
Dengan mempelajari tarikh kamu akan mengetahui
karakter-karakter (sifat-sifat) masayarakat dan negara.
Dan bentuk-bentuk yang lainnya dalam mencari pengalaman,
semua itu kembali kepada satu hakekat saja yaitu bahwa tarikh akan berulang
kembali, karena sesungguhnya sejarah adalah sunnah Allah yang kauniyah
dan qadariyah. Dan sunnah-sunnah ini akan tetap dan tidak akan berubah,
sebagaiman firman Allah Swt :
اسْتِكْبَارًا فِي اْلأَرْضِ وَمَكْرَ السَّىِّءِ وَلاَيَحِيقُ الْمَكْرُ
السَّىِّءُ إِلاَّ بِأَهْلِهِ فَهَلْ يَنظُرُونَ إِلاَّ سُنَّتَ اْلأَوَّلِيَن
فَلَن تَجِدَ لِسُنَّتِ اللهِ تَبْدِيلاً وَلَن تَجِدَ لِسُنَّةِ اللهِ تَحْوِيلاً
“Tiadalah mereka menanti-nantikan
melainkan berlakunya sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang
terdahulu, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat pengganti dari sunnah
Allah dan sekali-kali kamu tidak akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah
itu” (QS. Al Faathir : 43)
Allah Swt juga berfirman :
سُنَّةَ اللهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِن قَبْلُ وَلَن تَجِدَ لِسُنَّةِ
اللهِ تَبْدِيلاً
“Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang
terdahulu sebelummu dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat perubahan pada
sunnah Allah” (QS. Al Ahzaab : 62)
Serta
firman Allah Swt :
سُنَّةَ اللهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلُ وَلَن تَجِدَ لِسُنَّةِ اللهِ
تَبْدِيلاً
“Sebagai suatu sunnah Allah yang
telah berlaku sejak dahulu kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan bagi
sunnah Allah itu” (QS. Al Fath : 23).
Faedah ketiga : Untuk mengeluarkan
fatwa dan hukum-hukum.
Ibnul Qayyim Rhm berkata diberbagai pembahasan di dalam
kitabnya (I’laamul Muwaaqi’iin): (Sesungguhnya fatwa adalah memahami yang wajib
dalam kondisi sebelumnya) dan yang wajib artinya apa-apa yang dihukumi oleh
syareat, sedangkan Al Waaqi’ adalah keadaan orang-orang yang bertanggung
jawab terhadap hukum syareat di dalamnya. Kadang-kadang kondisi sebenarnya ini
bisa menjadi sejarah yang akan datang maupun yang telah lalu. Dan diharuskan di
dalam mengeluarkan fatwa untuk melihat di dalam tarikh sesuatu tertentu dan
menelitinya. Tidakkah kamu melihat bahwa untuk menghukumi shahihnya
(benarnya) hadits atau dhaifnya (lemahnya) harus melihat kepada
sejarah-sejarah sejumlah orang yang mereka adalah merupakan rantai sanad
hadits tersebut.
Tidakkah anda melihat disana ada orang-orang yang diandalkan
oleh thaghut hari ini untuk memerangi generasi kaum muslimin dan bahwa mereka
adalah orang-orang yang memiliki kelebihan dan reformis, padahal jika kamu
meneliti dalam sejarah-sejarah mereka kamu dapatkan bahwa mereka adalah
orang-orang yang mujrim (jahat) yang pekerjaannya adalah merusak kaum
muslimin dan menghancurkan akal-akal mereka, dan apabila kamu membaca buku (Al
Ittijaahaat Al Wathaniyyah Fil Adaab Al Mu’aashirah) dan kitab (Hu-shuununaa Muhaddidah
min Daakhiliha) keduanya karangan DR. Muhammad Muhammad Husain maka kamu akan
mengetahui banyak nama-nama orang yang jahat, pemahaman itulah yang
mengakibatkan untuk menghukumi mereka diantaranya adalah mengetahui wali-wali
(penolong-penolong) mereka yang mengikuti manhaj mereka, dan diantaranya juga
peringatan dari kesesatan dan kerusakan mereka, juga larangan melihat kepada
buku-buku mereka dan dosa bagi orang yang ikut serta dalam menerbitkan dan
menyebarkannya.
Kemudian tidakkah kamu melihat dengan melihat kepada tarikh
yang lampau memungkinkan untuk menghukumi akan haramnya mengedarkan beberapa
buku-buku yang ada di pasar-pasar kaum muslimin sekarang ini yang sangat banyak
mengandung kekufuran yang jelas, seperti buku-buku Arabi Muhyiddin bin (Al
Futuuhaat Al Makkiyah) dan (Fu-shuushul Hukmi) yang Ibnu Taimiyah berkata
tentangnya bahwa orang itu lebih kafir daripada orang yahudi dan nashrani, Ibnu
Taimiyyah berkata : (Syaikh Ibraahiim Al Ja’bari berkata ketika dia berkumpul
bersama Ibnu Arabi – pengarang buku ini – beliau berkata : Aku melihanya dia
adalah seorang syaikh yang najis yang berdusta dengan setiap kitab yang
diturunkan oleh Allah dan setiap nabi yang diutus oleh Allah). Dan Al Faqiih
Muhammad bin Abdus Salaam berkata – ketika datang ke Kairo dan orang-orang
menanyakan tentang dia – beliau menjawab : Dia adalah syaikh yang jelek dan
pendusta yang buruk, dia berkata bahwa alam itu tidak bermula (terjadi dengan
sendirinya), dan tidak mengharamkan zina). Ibnu taimiyyah berkata: (perkataannya
bahwa : dia berkata bahwa terjadi dengan sendirinya, karena itu adalah
perkataannya dan hal ini jelas-jelas merupakan kekufuran, maka Al Faqiih Abu
Muhammad juga mengkafirkannya, tidak ada yang lebih jelas daripada apa yang
telah dia katakan : Bahwa sesungguhnya alam adalah Allah – hingga perkataannya
– dan para Syaikh berkata tentang dia : Sesungguhya dia adalah pendusta lagi
pembohong) (Majmu’ Fataawa II / 130-131). Hal ini juga jangan tertipu dengan
pujian As Suyuuthi 911 H dan Ibnu Abidin 1202 H, serta selain keduanya kepada
Ibnu Arabi 630 H, lihat (Hasyiyah Ibnu Abidin III / 294). Karena mereka hidup
beberapa ratus tahun setelahnya dan bukanlah khabar itu seperti melihat secara
langsung dan al jarh (kecacatan) lebih dikedepankan daripada At
Ta’diil (pengesahan), sedangkan orang yang semasa dengannya dari para
ulama’-ulama’ tsiqqah (yang terpercaya) mereka telah menghukuminya
kafir, seperti Izzuddiin bin Abdus Salaam 660 H, beliau adalah Abu Muhammad bin
Abdus Salaam sebagaimana yang diberi kunyah seperti Ibnu Taimiyyah. Dan masih
saja beberapa manusia melakukan kekafiran hingga hari ini disebabkan membaca
buku-buku Muhyiddin bin Arabi dan orang-orang yang semisalnya.
Inilah beberapa faedah di dalam mempelajari tarikh baik yang
dahulu maupun yang sekarang; mendapatkan pelajaran, mencari pengalaman dan
mengeluarkan fatwa yang didasarkan pada pemahaman tentang keadaan-keadaan yang
sebenarnya. Inilah keterangan tentang pentingnya mempelajari tarikh, para
ulama’ dan pelajar lebih membutuhkan daripada yang lainnya dan pelajaran ini
supaya betul-betul dapat menegakkan kewajiban-kewajiban syar’I mereka dengan
cara yang benar. Karena itulah kamu dapatkan bahwa para penulis sejarah dari
para salaf itu mereka adalah para ulama’ ahli fiqih seperti Ibnu Jariir, Al Haafidz
Adz-Dzahabi, Ibnu Katsiir dan Ibnu Khalduun serta yang lainnya, mereka adalah
orang-orang yang paling pintar (alim) dengan apa yang telah berlalu dan kondisi
yang mana mereka hidup di dalamnya.
Setelah memahami akan pentingnya mempelajari tarikh maka
berpindah kepada pemaparan tentang rujukan-rujukan dari hal-hal yang perlu
untuk dipelajari, karena banyaknya berbagai macam tarikh dan cabang-cabangnya,
maka tidak ada satu kitabpun yang mencangkup seluruhnya, untuk itu hendaknya
kita bagi pembahasan-pembahasan tarikh yang penting untuk seorang pelajar
menjadi empat bagian disertai dengan penyebutan rujukan-rujukan pada setiap
bagiannya. Empat macam pembagian ini adalah : Kaedah-kaedah umum untuk memahami
tarikh, tarikh islam, tarikh negara-negara modern dan kondisi yang sebenarnya
pada hari ini. selanjutnya inilah rujukan-rujukan pada setiap bagiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Amin, Fadjrul
Islam, (Kairo : Maktabah Nahdiyah, 1975), 55.
Syauqi Dhaif,
Tarikh al-Adab al-Arabi : al-Ashru al-Jahili, ( Kairo : Dar
al-Ma’arif, 2001), 7-10.
Lajnah, al-Mujaz
di al-Adab al-Arabi wa Tarikhuhu, (Beirut : Dar al-Ma’arif, 1962), 5.
www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=sejarah
sastra arab.Blogspot&source
blogspot&source=web&cd=10&ved=0CGgQFjAJ&url=http%3A%2F%2Fhalahanas.blogspot.com%2F2012%2F03%2Fsejarah-sastra-
blogspot&source=web&cd=10&ved=0CGgQFjAJ&url=http%3A%2F%2Fhalahanas.blogspot.com%2F2012%2F03%2Fsejarah-sastra-arab_10.html&ei=UcHWT5KjEJDtrQeUtND7Dw&usg=AFQjCNGMFpcu2XsMHgLkKqidgHWzrjqICA&cad=rja
[1] http://mifty-away.tripod.com/id55.html
[2] www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=sejarah
sastra arab
blogspot&source=web&cd=10&ved=0CGgQFjAJ&url=http%3A%2F%2Fhalahanas.blogspot.com%2F2012%2F03%2Fsejarah-sastra-arab_10.html&ei=UcHWT5KjEJDtrQeUtND7Dw&usg=AFQjCNGMFpcu2XsMHgLkKqidgHWzrjqICA&cad=rja
[3] http://bahrudinonline.netne.net/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=71
[4] http://esyikrohman.blogspot.com/2010/12/unsur-unsur-dan-jenis-karya-sastra-arab.html
[5] http://anismanshur.wordpress.com/2009/08/15/contoh-pusi-arab-modern/
aslm, alhamdulillah akhirnya saya mengerti ttg sastra arab, kebetulan saya di terima di sastra arab universitas indonesia.. makalah yang bagus, dan mudah dimengerti.. saya juga minta izin untuk membaca sekaligus mencatat hal2 yang penting ya.. terima kasih
BalasHapusHafidz Fadli, Sastra Arab Univ. Indonesia 2013
terimakasih atas ilmu nyah ,...
BalasHapusterimakasih atas ilmu nyah ,...
BalasHapus